TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa produksi dari Industri Besar dan Sedang (IBS) pengolahan tembakau atau rokok mengalami penurunan terbesar sepanjang triwulan III 2019. Sebaliknya, produksi dari Industri Menengah dan Kecil (IMK) tembakau justru mengalami pertumbuhan tertinggi pada periode yang sama.
“Tidak harus selalu sejalan,” kata Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi pers di Kantor BPS, Jakarta Pusat, Jumat, 1 Oktober 2019.
Sebagai klasifikasi, IBS adalah pabrik dengan tenaga kerja 20 orang ke atas. Sementara IMK, adalah industri dengan tenaga kerja 1 sampai 4 orang saja.
Sepanjang triwulan III 2019, BPS mencatat produksi dari IBS pengolahan tembakau turun hingga 13 persen quartal-to-quartal (qtq), terbesar dari semua sektor industri. Sebaliknya, IMK tumbuh paling tinggi dari semua sektor industri, mencapai 42,25 persen.
Suhariyanto mengatakan saat ini sedang terjadi musim panen tembakau di beberapa sentra produksi. Saat panen, para pengusaha IMK ini langsung mengolahnya dalam bentuk rajangan atau tembakau yang sudah dikeringkan. Rajangan inilah yang menjadi bahan baku rokok di IBS.
Di sisi lain, produksi rokok di IBS dipengaruhi oleh berbagai kebijakan dan permintaan akhir dari produk mereka tersebut. Terlebih, BPS juga mencatat adanya kenaikan harga rokok kretek yang menyumbang inflasi 0,02 persen month-to-month (mtm) pada Oktober 2019.